Seiring dengan transformasi global menuju kendaraan listrik, Chevrolet nampaknya semakin serius memfokuskan langkahnya ke arah itu. Misalnya, data menunjukkan bahwa pada kuartal pertama tahun 2025, Chevrolet sudah mencatat pertumbuhan penjualan EV yang cukup signifikan di Amerika Serikat — merek ini dilaporkan berhasil melampaui rival seperti Ford dalam segmen kendaraan listrik domestik.
Di sisi lain, langkah strategis ini juga tercermin dalam kolaborasi global: perusahaan induknya, General Motors (GM), mengumumkan kemitraan dengan Hyundai untuk bersama-sama mengembangkan sejumlah kendaraan baru, termasuk SUV kompak, pick-up, dan van listrik, yang akan diluncurkan untuk pasar Amerika Latin dan Amerika Utara.
Namun demikian, tantangan juga muncul dari beberapa area geografis penting bagi Chevrolet. Misalnya di pasar Tiongkok, Chevrolet dilaporkan menghadapi penurunan penjualan yang cukup dalam setelah beberapa tahun berturut-turut mengalami penurunan market share, dengan rencana “penyesuaian strategis” yang bahkan dikaitkan dengan kemungkinan penghentian beberapa produk. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun merek ini menguat di beberapa wilayah, di wilayah lain mereka harus mempertimbangkan kembali posisinya dan memperkuat keunggulan kompetitif guna bertahan di pasar yang sangat kompetitif.
Di Asia Tenggara, ada juga berita menarik karena di Kamboja, Chevrolet mendapatkan hak eksklusif di kawasan ASEAN untuk merakit kendaraan Chevrolet—melalui investasi senilai sekitar USD 19 juta di sebuah pabrik di Provinsi Kampong Chhnang yang dioperasikan oleh mitra lokal. Keputusan ini menunjukkan bahwa Chevrolet melihat potensi jangka panjang di pasar ASEAN dan mencoba menerapkan strategi lokal melalui produksi lokal (CKD) untuk menekan biaya dan memperkuat distribusi regional. Secara keseluruhan, Chevrolet berada di persimpangan: di satu sisi memperkuat portofolio electrik/global, dan di sisi lain menjaga keberadaan dan relevansinya di pasar tradisional maupun berkembang.